MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MELALUI PEMBELAJARAN BERORIENTASI HOTS MENGGUNAKAN
MODEL PEMBELAJARAN PBL DI SMP NEGERI 1 MAGETAN
Pembelajaran matematika merupakan proses
yang dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan yang
memungkinkan peserta didik melaksanakan kegiatan belajar matematika, sehingga
pemahaman konsep-konsep atau prinsip-prinsip matematika dapat dipelajari dengan
baik oleh peserta didik.
Dalam praktik pembelajaran Kurikulum 2013
yang penulis lakukan selama ini, penulis menggunakan buku siswa dan buku guru.
Penulis meyakini bahwa buku tersebut sudah sesuai dan baik digunakan di kelas
karena diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Ternyata, dalam
praktiknya, penulis mengalami beberapa kesulitan seperti materi dan tugas tidak
sesuai dengan latar belakang peserta didik. Selain itu, penulis masih berfokus
pada penguasaan pengetahuan kognitif yang lebih mementingkan hafalan materi.
Dengan demikian proses berpikir siswa masih dalam level C1 (mengingat),
memahami (C2), dan C3 (aplikasi). Guru hampir tidak pernah melaksanakan
pembelajaran yang berorientasi pada keterampilan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking skills/ HOTS). Penulis juga jarang menggunakan media
pembelajaran. Dampaknya, suasana pembelajaran di kelas kaku dan anak-anak
tampak tidak ceria.
Untuk menghadapi era Revolusi Industri 4.0, peserta didik harus dibekali keterampilan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking skills) agar siswa mempunyai kemampuan berpikir kritis. Hal ini juga sejalan dengan upaya optimalisasi internalisasi Pancasila pada pembelajaran khususnya pada aspek berpikir kritis. Salah satu model pembelajaran yang berorientasi pada HOTS dan disarankan dalam implementasi Kurikulum 2013 adalah model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based learning/PBL). PBL merupakan model pembelajaran yang mengedepankan strategi pembelajaran dengan menggunakan masalah dari dunia nyata sebagai konteks siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep esensial dari materi yang dipelajarinya. Dalam PBL siswa dituntut untuk mampu memecahkan permasalahan nyata dalam kehidupan sehari-hari (kontekstual). Dengan kata lain, PBL membelajarkan peserta didik untuk berpikir secara kritis dan analitis, serta mencari dan menggunakan sumber pembelajaran yang sesuai untuk memecahkan masalah yang dihadapi.
Adapun langkah langkah pelaksanaan yang penulis lakukan adalah adalah memetakan kompetensi dasar (KD), merumuskan indikator pencapaian kompetensi, pemilihan model pembelajaran (PBL), merencanakan kegiatan pembelajaran sesuai dengan model pembelajaran. Pengembangan desain pembelajaran dilakukan dengan merinci kegiatan pembelajaran yang dilakukan sesuai dengan sintak PBL, penyusunan perangkat pembelajaran (meliputi RPP, bahan ajar, LKPD, dan instrumen penilaian)
Setelah melaksanakan pembelajaran matematika dengan model PBL, penulis menemukan bahwa proses dan hasil belajar peserta didik meningkat. Siswa menjadi jauh lebih aktif, tingkat berpikir kritis pada siswa juga semakin meningkat, serta kemampuan siswa dalam memecahkan masalah (Problem Solving) semakin baik dibandingkan pembelajaran sebelumnya.
(a) (b)
Gambar.1. Siswa diskusi untuk mencari penyelesaian dari permasalahan kontekstual yang berkaitan
dengan bangun ruang sisi lengkung (a) Diskusi secara tatap muka terbatas. (b) Diskusi secara
online
Gambar.2. Salah
satu kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya. (a) Presentasi secara
tatap muka terbatas. (b) Presentasi secara online
Dengan
menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning, kemampuan siswa untuk
bersikap terbuka dalam memberi pendapat, menerima pendapat, bertanya apabila
terdapat hal hal yang tidak dimengerti, berdiskusi, presentasi sampai membuat
kesimpulan bisa meningkat.
Dengan kata lain, kemampuan siswa dalam berpikir kritis juga meningkat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar